Membentuk Karakter di Sekolah

SEKOLAH merupakan tempat belajar dan mengajar. Tempat menempuh ilmu. Tempat membentuk karakter siswa dengan nilai–nilai luhur. Pendidikan karakter adalah pendidikan moral dengan tujuan untuk membentuk dan melatih kemampuan individu secara terus menerus kearah hidup yang lebih baik. Dewasa ini, orang tak lagi bertindak atas dasar kepatutan. Ketidakpatutan sudah menjadi kebiasaan. Hal ini menjadi tantangan pendidikan karakter di sekolah. Guru mempunyai peran besar dalam membentuk karakter siswa. Guru dinilai sebagai sosok berpendidikan yang diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk masa depan.

Tugas guru tidak hanya sekedar mendidik dan memberikan materi akademik. Guru diharapkan mampu merangkul dan membimbing siswanya agar dapat berperilaku yang baik dan benar. Guru  adalah role model bagi para siswa. Maka dari itu  guru memiliki peran yang besar dalam pembentukan karakter siswa. Untuk mendukung hal tersebut ada baiknya guru juga menguatkan karakter yang dimiliki. Hal seder­hana yang bisa dilakukan guru untuk membangun ka­rakter pada siswa sebagai berikut.

Jadikan diri sebagai contoh. Guru dipandang siswa sebagai orang yang lebih dewasa. Berarti  siswa menilai guru mereka merupakan contoh dalam bertindak dan berperilaku. Sikap baik maupun buruk, guru dapat mempengaruhi cara bersikap siswa dengan sesama. Guru harus pandai menjaga sikap untuk memberikan contoh yang terbaik. Dengan mengingat diri sendiri sebagai contoh, maka guru akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan lebih bijak dari setiap tindakan yang akan diambil. Diharapkan  murid bisa mengikuti sisi positif yang dimiliki guru.

Mengapresiasi usaha siswa. Sebagai pengajar, fokus untuk menilai siswa dari segi akademis memang penting. Tetapi ada hal lain yang juga sama pentingnya dengan skor nilai akademis. Memberikan pujian bagi siswa yang tepat waktu, rajin mengerjakan tugas, kerjasama yang baik, atau bersikap baik selama di sekolah. Siswa yang mendapatkan skor  rendah dalam nilai akademisnya, , belum tentu karena malas. Jika siswa telah berusaha dengan gigih, maka guru juga harus mengapresiasi  kegigihannya tanpa menghakimi nilainya yang rendah. Dengan membiasakan ini, siswa pun juga dapat ikut mengapresiasi diri atas usaha yang telah dilakukan. Siswa akan membangun karakter semangat belajar dan memperbaiki diri untuk lebih baik.

Mengajarkan nilai moral pada setiap pelajaran. Ada baiknya dalam pelajaran yang diajarkan juga menanamkan nilai moral yang bisa dijadikan bahan pelajaran hidup. Misalnya, saat mengajarkan pelajaran akuntansi, guru tidak hanya sekadar mengajarkan bagaimana cara membuat jurnal penyesuaian, memasukkan kertas kerja dan membuat laporan keuangan. Tetapi kita juga bisa mengajarkan nilai kehidupan seperti dengan mengerjakan soal akuntansi kita bisa belajar untuk jujur, bersabar, teliti dan berusaha untuk memecahkan suatu masalah sesuai dengan  logika berpikir. Dengan begitu, nantinya ketika siswa sedang menghadapi suatu masalah kedepannya, bisa berpikir optimis bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya selama berusaha.

Jujur pada diri sendiri dan terbuka pada kesalahan. Guru juga manusia, yang tidak luput dari kesalahan meski tidak pernah berniat dengan sengaja melakukan hal itu. Misalnya, ketika guru datang terlambat atau salah mengoreksi jawaban murid. Untuk memberikan contoh yang baik, guru sebaiknya mau mengakui kesalahan yang dibuat sekecil apapun itu. Mungkin kadang ada rasa gengsi, tetapi ini bisa menjadi pelajaran yang baik pada siswa. Bahwa sebagai manusia kita harus berani jujur sama diri sendiri dan mau mengakui kesalahan yang telah diperbuat. Dari situ, murid bisa belajar bagaimana cara untuk memperbaiki kesalahan dan berani bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat.

Mengajarkan sopan santun. Hal yang sering luput diajarkan di sekolah adalah bagaimana cara bersikap. Terdengar sederhana, tetapi merupakan hal penting yang layak diajarkan kepada siswa untuk menjaga sikap dan mengetahui mana yang benar dan salah. Tidak jarang , siswa bersikap tidak sopan hanya karena mereka tidak tahu bagaimana cara bersikap yang baik dan benar. Atau malah selama ini mencontoh sikap negatif orang disekitarnya, di mana sudah dianggap sebagai hal yang lumrah. Sepatutnya, ketika ada sikap yang kurang baik yang dilakukan oleh siswa, guru berperan untuk mengoreksi sikap tersebut. Tidak perlu memarahi. Cukup mengingatkan  bahwa sikapnya itu kurang baik. Berikan alternatif tindakan lain yang lebih positif. Gunakan cara yang halus.

Kontrol diri. Guru harus menjaga emosi agar tetap netral dalam menerapkan disiplin. Hindari  memarahi siswa dengan nada yang tinggi, ketika siswa melanggar disiplin. Tidak perlu menya­kiti secara fisik seperti me­mukul atau mencubit. Apalagi mempermalukan siswa. Nada tinggi menjadikan siswa tidak fokus pada tindakannya yang salah. Siswa lebih fokus pada rasa takut mendengar suara yang keras. Sedangkan huku­man fisik, dapat ditiru siswa.

Mencari  pilihan kata positif. Terdapat perbedaan yang jelas di benak siswa saat guru menegur “Saya tidak suka kamu, kamu nakal”. “Saya tidak suka dengan perilakumu itu”. Pernyataan yang pertama menjadikan anak sebagai subjek yang negatif. Kedua menjadikan perilaku siswa sebagai subjek yang negatif. Siswa harus memahami  apapun yang dilakukannya. Memahami  respon yang di­berikan guru terhadapnya. Pada dasarnya guru selalu menyayangi siswa dengan se­penuh hati. Guru adalah so­sok yang bisa diandalkan siswa dalam menghadapi konse­kuensi buruk yang mungkin dialami akibat perbuatannya.

Itulah hal-hal sederhana yang dapat dilakukan guru un­tuk  membangun karakter pada siswa. Dengan cara sederhana ini, diharap­kan bisa mendidik pribadi siswa ke arah positif.